Merunut kembali kehidupan Imam Ali as dan Sayidah Fathimah as akan
membawa kita pada pernikahan beliau penuh dengan cinta, kesempurnaan dan
cahaya. Berikut ini kita melihat contohnya:
1. Suami dan isteri ridha dengan pernikahan
Bila salah satu dari suami atau isteri tidak puas dengan pernikahannya,
maka faktor ini akan mempengaruhi kehidupan bersama. Begitu juga bila
tidak ada kebahagiaan dan kerelaan ilahi, kehidupan rumah tangga tidak
akan kokoh. Sayidah Fathimah as menyebut kerelaan hidup bersama Imam Ali
as seperti demikian, "Aku bahagia dengan apa yang diridhai Allah dan
Rasulullah Saw." (Dashti, 1375, hal 29)
Mencermati
ungkapan penuh makna Sayidah Fathimah as ini membawa kita pada satu
hakikat bahwa keridhaan sebagai pengantar sebuah pernikahan akan
memperkokoh rumah tangga bila disertai dengan keridhaan Allah.
2. Keluarga setuju dengan pernikahan
Satu lagi dari faktor yang memperkokoh rumah tangga adalah sikap
keluarga dari kedua pihak yang setuju dengan pernikahan ini. Selama
persetujuan ini semakin dalam baik dari sisi kuantitas maupun kualitas,
maka langgengnya sebuah pernikahan akan semakin kuat.
Terkadang ada keluarga yang secara lahiriah tidak melarang pernikahan
anaknya, tapi dampak ketidakridhaan mereka pasti akan muncul
perlahan-lahan. Kondisi yang seperti ini akan membuat rentan hubungan
pasangan suami dan isteri. Masalah ini akan mempengaruhi semangat
kehidupan bersama antara suami dan isteri, baik itu disadari atau tidak.
Pernikahan Sayidah Fathimah as dan Imam Ali as diketahui oleh semua,
baik kerabat sampai musuh dan semua mengakui bahwa Imam Ali as adalah
satu-satunya pasangan paling tepat bagi Sayidah Fathimah as.
3. Upacara pernikahan tidak bercampur kebatilan
Satu faktor lain yang dapat memperkokoh sebuah rumah tangga adalah
tidak mencampurkan hal-hal yang batil terkait upacara pernikahan seperti
penentuan mahar, pesta dan lain lain-lain. Penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa terkadang kebencian dan problema keluarga telah
dipupuk sejak awal lewat hal-hal yang demikian dan membuat pasangan
suami dan isteri tidak memperhatikan nilai-nilai agama.
Imam Ali as memberikan seluruh yang dimilikinya kepada Sayidah Fathimah
as sebagai maharnya dan semua itu hanya sebuah baju besi untuk
berperang yang dijualnya untuk dibelikan perabot rumah tangga yang
wajib. Sayidah Fathimah sendiri ketika menikah hanya memiliki 17 barang;
kain panjang, kerudung, pakaian, tikar, tirai, kain, selimut, bantal,
gelas dari tembikar, kendi, mangkuk dari tembikar, tempat air,
penggiling gandum, tempat air dari kulit, panci, handuk, kulit domba dan
lain-lain.
Dalam acara perkawinan Imam Ali as dan
Sayidah Fathimah as orang-orang kaya dan miskin diundang semua. Pada
waktu itu ada yang mengejek Imam Ali as dengan mengatakan bahwa engkau
pribadi Arab yang terkenal dan pemberani. Oleh karenanya engkau dapat
menikah dengan gadis paling kaya agar ia dapat memenuhi rumahmu dengan
perabot yang banyak.
Mendengar itu Imam Ali as
berkata, "Demikianlah kami termasuk orang-orang ridha dengan ketetapan
Allah. Kami tidak menginginkan selain keridhaan Allah. Kebanggaan kami
adalah berbuat baik dan bukan dengan harta dan kekayaan." (Bahrani,
tanpa tahun, 11/363)
Ternyata Sayidah Fathimah as juga
tidak luput dari ejekan. Mereka mengatakan kepadanya bahwa engkau telah
menjadi suami orang yang miskin dan tidak punya apa-apa.
Sayidah Fathimah as menjawab, "Saya ridha dengan Ali as dan keridhaan
saya terhadapnya di atas derajat keridhaan." (Majlisi, 1404, 43/97)
4. Upacara pernikahan harus bernuansa ilahi
Upacara pernikahan Sayidah Fathimah as dalam seluruh tahapannya tidak
terpisahkan dari nilai-nilai ilahi. Acara walimah yang dilakukan penuh
berkah. Karena dengan acara itu mereka dapat memberi makan orang-orang
miskin Madinah.
Sayidah Fathimah as diantar ke rumah
Imam Ali as dengan ucapan takbir dan di pertengahan jalan, beliau
memberikan baju pengantinya kepada orang miskin. (Mazahiri, 1372, hal
66-67)
5. Suami-isteri dan pikiran positif
Prinsip lain yang dapat memperkokoh institusi rumah tangga adalah
antara suami dan isteri harus saling berpikir positif. Semakin tumbuh
pemikiran positif di antara keduanya, maka sesuai dengan itu pula
kebahagiaan akan dirasakan oleh suami dan isteri. Sebaliknya, berpikiran
negatif antara suami dan isteri akan mengganggu rasa cinta yang ada di
antara suami dan isteri.
Nabi Muhammad Saw pada
awalnya menanyakan pandangan Imam Ali as terhadap Fathimah as dan
sebaliknya. Ketika itu beliau bertanya kepada Imam Ali as, "Bagaimana
engkau melihat isterimu."
Imam Ali as menjawab, "Betapa ia adalah teman yang baik di jalan ketaatan kepada Allah."
Ketika beliau bertanya kepada Fathimah as, "Bagaimana engkau melihat suamimu?"
Sayidah Fathimah as menjawab, "Ali as adalah suami terbaik."
Adanya dua cara pandang seperti ini dalam sebuah rumah tangga adalah
satu keharusan. Karena ini bukan saya sumber kebahagiaan, tapi juga
sebagai penebus kekurangan dan masalah yang muncul selama ini. Pikiran
positif dapat menutupi kekurangan dari setiap suami atau isteri. Bila
cara pandang antara keduanya bernuansa transenden, maka kehidupan mereka
akan mencapai puncak kesempurnaan. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
komentar yang terbaik hanyalah salam dan shalawat selalu tercurah utk junjungan baginda nabi saw, dan itrah beliau saw yang suci as.
BalasHapus