Abu Haritsah, Uskup Najran sedang bermunajat di gereja. Seorang
utusan mendatanginya dan berkata, "Rasulullah Saw telah mengirimkan
sebuah surat untuk anda. Beliau juga telah mengirim surat kepada para
penguasa dunia."
Abu Haritsah mengambil surat dan membukanya. Di dalam surat itu tertulis:
"Dengan menyebut nama Tuhan Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub.
Surat ini dari Muhammad, Nabi dan Utusan Allah kepada Uskup Najran.
Saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub.
Saya mengajak Anda berpindah dari menyembah hamba-hamba kepada menyembah Allah.
Saya mengajak anda untuk keluar dari wilayah (kepemimpinan) hamba-hamba menuju ke wilayah Allah."
Abu Haritsah termenung berpikir dan meminta penasihatnya dipanggil.
Setelah penasihatnya datang, Abu Haritsah bertanya, "Kau cerdas dalam
berpikir. Kau tahu bahwa Najran adalah satu-satunya daerah berpenduduk
Kristen di Hijaz. Lantas bagaimana pendapatmu tentang surat ini?!
Setelah membaca surat itu, penasihat berkata kepadanya, "Informasiku
tentang mazhab tidak cukup. Aku tidak bisa memberikan pendapat. Namun
berkali-kali kita telah mendengar dari para pemimpin agama kita bahwa
suatu hari kenabian dari keturunan Ishaq akan berpindah ke keturunan
Ismail. Tidak mustahil Muhammad yang dari keturunan Ismail adalah nabi
yang telah dijanjikan. Jalan keluar terbaik adalah kau pilih orang-orang
paling pandai dari Najran dan kirim mereka ke Madinah untuk menemui
Muhammad dari dekat dan meneliti bukti-bukti kenabiannya."
Abu Haritsah membentuk sebuah dewan, kemudian bergerak menuju Madinah
bersama 60 orang cedikiawan Najran di bawah kepemimpinannya dan 2 orang
lainnya.
Rombongan Najran setelah sampai di Madinah,
mereka menuju masjid Nabi. Pakaian sutra, cincin emas dan salib yang
mereka pakai menarik perhatian masyarakat. Mereka menemui Rasulullah,
namun beliau menyambut mereka dengan dingin, tidak seperti yang mereka
harapkan.
Salah seorang dari rombongan itu melihat
seseorang berada di tengah-tengah kerumunan masyarakat. Dengan gembira
ia berkata, "Aku kenal dia. Dia adalah Utsman bin Affan." Kemudian
dengan segera ia menghampiri Utsman.
Utsman berkata, "Tahukah kamu mengapa Rasulullah tidak suka melihat kita berdua?"
Orang itu berkata, "Tidak. Tapi kau bisa bertanya kepada Ali bin Abi Thalib apa alasannya?"
Keduanya pergi mendekati Ali bin Abi Thalib. Mereka menanyakan tentang
sikap Nabi dan dijawab oleh Ali bin Abi Thalib, "Ganti pakaian kalian
dan lepaskanlah kemewahan itu. Maka dengan demikian kalian akan
mendapatkan pernghormatan dari Rasulullah!"
Setelah
mengganti pakaiannya dengan pakaian yang sederhana, rombongan itu
kembali menemui Rasulullah Saw. Nabi Saw menghormati mereka dan menerima
sebagian hadiah yang mereka berikan kepada beliau dan berkata, "Saya
mengajak kalian untuk menyembah Allah Yang Esa dan menyerah di hadapan
perintah-perintah-Nya!"
Wakil dari orang-orang Najran
itu berkata, "Bila maksud Anda dari Islam adalah iman kepada Tuhan Yang
Esa, sebelum ini kami telah beriman."
Rasulullah Saw
berkata, "Islam memiliki ciri-ciri. Tapi perilaku kalian tidak
menunjukkan bahwa kalian telah memeluk Islam yang hakiki. Bagaimana
mungkin kalian mengklaim menyembah Tuhan Yang Esa, tapi pada saat yang
sama kalian mengakui bahwa tuhan punya anak. Kalian tidak menghindari
makan daging babi."
Seorang pemuda dari rombongan
berkata, "Kami menganggap Isa sebagai tuhan karena ia menghidupkan yang
sudah mati, menyembuhkan orang yang sakit dan membuat burung dari tanah
dan bisa terbang."
Rasulullah Saw berkata, "Tapi dia
adalah hamba Allah dan makhluk-Nya. Dengan kekuatan-Nya Allah menetapkan
ia di dalam rahim Maryam.
Satu lagi dari rombongan
Najran berdiri dan dengan suara kasar berkata, "Maryam adalah ibu Isa.
Ia melahirkan Isa tanpa menikah dengan siapapun. Oleh karena itu, Tuhan
alam semesta adalah ayah Isa."
Rasulullah Saw berkata,
"Bila tidak punya ayah menunjukkan bahwa ia adalah anak Allah, maka
Nabi Adam as lebih layak untuk menduduki posisi itu. Karena ia tidak
punya ayah dan juga ibu."
Para anggota rombongan Najran tidak lagi memiliki jawaban. Mereka berkata, "Satu-satunya jalan keluar adalah kita lakukan mubahalah pada waktu tertentu dan kita minta kepada Allah agar melenyapkan pembohong."
Seketika itu wajah Rasulullah Saw berubah dan sedang menerima wahyu dari Allah Swt. kepada beliau Allah berfirman, "Siapa
yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan
kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak
kami dan anak-anak kalian, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kalian,
diri kami dan diri kalian; kemudian marilah kita bermubahalah kepada
Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang
yang dusta."
Kedua belah pihak sepakat bahwa
keesokan harinya semuanya harus hadir di sebuah tempat di luar Madinah
untuk melakukan mubahalah.
Di padang sahara yang luas,
sebelum berhadap-hadapan dengan Rasulullah Saw dan Ahli Baitnya, para
pemuka Kristen Najran melakukan dialog dengan sesama mereka sendiri
seraya berkata, "Bila Muhammad datang bersama para pasukannya dan
memamerkan kekuatannya kepada kita, maka ketahuilah bahwa ia adalah
seorang pribadi biasa dan tidak jujur dalam dakwahnya. Namun bila ia
datang bermubahalah bersama anak-anaknya dan orang yang dicintainya,
maka jelas ia telah menunjukkan kebenarannya. Karena ia siap meletakkan
keluarganya yang paling terhormat pada kehancuran."
Ketika rombongan Kristen Najran sedang bercakap-cakap dengan sesama
mereka sendiri, tiba-tiba terlihat wajah Rasulullah Saw yang penuh
cahaya. Beliau datang dalam keadaan menggendong Husein as dan
menggandeng Hasan as. Dan putrinya, Fathimah az-Zahra menyusul di
belakangnya dan Ali bin Abi Thalib berada di belakang mereka. Dengan
semangat dan keseriusan Rasulullah Saw maju mendekati mereka.
Uskup Najran berkata, "Aku melihat wajah-wajah yang bila mereka
mengangkat tangan memohon kepada Allah untuk mencabut gunung yang paling
besarpun, maka saat itu juga gunung akan tercabut dari tempatnya."
Salah satu dari mereka berkata, "Iya. Tidak benar bila kita
bermubahalah dengan orang-orang yang wajahnya penuh cahaya dan keutamaan
ini."
Ketika Rasulullah Saw sudah mendekat, Abu
Haritsah maju dan berkata, "Kami siap membayar sejumlah uang setiap
tahun sebagai jizyah (pajak)."
Rasulullah menerima dan berkata, "Dengan demikian pemerintahan Islam akan melindungi jiwa dan harta kalian."
Kemudian kedua belah pihak membuat perjanjian.
Kisah ini menunjukkan keagungan pribadi Ahlul Bait Rasulullah Saw.
Kisah ini berdasarkan ayat 61 surat Ali Imran.
Sumber: (IRIB Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah Yang Baik dan Berintelektual