(Telaah
Makna, Nilai, dan Pemikiran)
Oleh: M. Rifka Munawar, S.Sos
Di dunia ini semua hal berubah kecuali
kecaman terhadap Syiah
Semua permulaan ada ujungnya kecuali
fitnah terhadap Syiah
Semua vonis harus berdasarkan bukti
kecuali vonis terhadap Syiah.
(Syekh Muhammad Jawad Mughniyah, Ulama Syiah Lebanon)
Mukadimah.
Sekelumit
pengantar diatas sekiranya telah mewakili keprihatinan setiap orang yang
prihatin atas apa yang telah terjadi dengan segelintir masyarakat Marikurubu
yang tidak lebih peka untuk mengenal dan mempelajari dinamika kemazhaban dalam
dunia Islam sehingga tindak main hakim sendiri, curiga mencurigai tanpa
kejelasan dan tindakan amoral lainnya menjadi lebih biasa saja dan terabaikan
dari nilai ke-Islaman dan norma ke-Indonesia-an kita. Telah banyak kewarasan
setiap pribadi agar bertindak bijak harus tercerabut dari suatu Bangsa yang besar
ini. Lantas ini semua tanggung jawab
siapa?
Syiah.
Dalam
literatur yang sangat lengkap dan mudah di dapati untuk dunia yang begini
canggih dengan segala keterbukaannya, kemudian pula pada setiap Perguruan
Tinggi Islam, Syiah juga telah begitu dikenal dan dipelajari karena bagian dari
teologi Islam, maupun dapat disebut Mazhab (pemikiran) dalam Islam yang secara
praktis dan prinsipil Syiah mengambil riwayat agama dari Rasulullah saw dan
Ahlul Baitnya (12 Imam as) tentang perkara hukum-hukum Allah SWT atas
al-Qur’anul Karim maupun sunnah Rasul saw.
Kemudian
makna Syiah dari segi pendekatan bahasa berarti pengikut, kelompok, atau
golongan. Seperti telah tersurat dalam al-Qur’an, as-Saffat 37 ayat 83; Wa inna min Syi’atihi la Ibrahim yang
berarti “Dan sesungguhnya Ibrahim
benar-benar termasuk golongannya (Nuh)”. Secara etimologi atau dalam
istilah bahasa Arab, dalam bentuk tunggalnya adalah Syi’i. Syiah bermakna;
Pembela dan pengikut seseorang. Selain itu pula, bermakna setiap kaum yang
berkumpul di atas suatu perkara.
Teologi
Syiah dalam kaidah ke-Mazhaban (Pemikiran) berlandaskan at-Tauhid (Tauhid,
adanya Allah yang esa), al-Adl (Keadilan), an-Nubuwwah (wahyu dan Kenabian
Muhammad bin Abdillah Saw), al-Imamah (Kepemimpinan 12 Imam Ahlul Bait as),
al-Ma’ad (adanya alam akhirat atau tempat kembali setelah meninggal) adalah
pokok keimanan, pemikiran dan ajaran (Ushuludin) Syiah dalam ke-Islamannya.
Mazhab
dan Marikurubu.
Motivasi
berfikir (dorongan ber-Mazhab) walau harus berbeda sekalipun tetap merupakan
salah satu keistimewaan manusia di atas mahluk lainnya karena segala hal yang
berbeda dari akses berfikir manusia akan sangat dinamis jika dalam pertentangannya adalah; “Batu” andai saja “Menggerutu” (Marikurubu) ia tetap batu yang habis Peri-nya
(masanya) pada batas ukurannya, akan tetapi berbeda dengan manusia karna adanya
motivasi fitriah untuk mengenal hakikat dan mengetahui berbagai realitas yang
dinamis, karna untuk pemenuhan kebutuhannya itu manusia harus ber-Mazhab.
Dalam proses yang sistematis serta tumbuh dan
berkembang, motivasi berfikir setiap kita mulai tampak sejak masa kanak-kanak
sampai akhir usia menutup mata, sehingga dalam masa yang patut berubah pada
kewarasan manusia dimana hati dan akalnya sangat berperan, arti realitas
ber-Mazhab atau berfikir tadi semata untuk suatu pemenuhan nilai spiritual yang
akhirnya harus pasti, walau dalam perbedaannya adalah konsumsi yang dapat
mendorong seseorang untuk mencari nilai ajaran yang sesuai dan memikirkan
berbagai persoalan yang bersangkutan dengan dirinya dan pembenaran yang sanggup
ia yakini untuk akhirnya harus dipertanggung jawabkan kelak.
Makna
kedalam Judul.
Problem
dan kekhawatiran yang sifatnya religius telah lebih nyata, dimana tindak main
hakim sendiri terhadap suatu kelompok dan segala tindakan amoral lainnya tidak
pernah mendapat pembenaran al-Qur’an dan Sunnah dari junjungan Rasulullah saw.
Dapatkah masing-masing kita dengan sungguh-sungguh menegaskan untuk mengamalkan
sebuah ajaran yang mencukupi kita dalam Dinnul
Islam ditengah-tengah realitas perbedaan mazhab, pertentangan ego dan lain
sebagainya. Pendek kata, lantas benarkah nilai ke-Islaman kita adalah ajaran
untuk segala mazhab dalam sepanjang zaman? Jawabnya….. Ya, karna Syiah adalah
bagian yang telah ada dalam perkembanggan Islam yang seutuhnya dapat dipahami.
Tentunya juga, Syiah yang penulis kenal bukan Mazhab Marikurubu tadi.
Naluri
Fitriah Diri.
Apresiasi
positif secara khusus untuk Helmi Husni, tokoh Syiah yang dikabarkan Media
Malut Post (edisi, Jum’at. 2 November 2012) walau telah merasa di zalimi tetap
mau berdamai adalah sebuah reaksi dari motifasi fitriah karena realitas
ke-Syiahanya yang hidup, Ia tidak “berfikiran” ala batu yang menggerutu,
karna Mari (batu, Pen) adalah sebuah eksistensi yang beku dan mati. Pastinya
Adalah Itibar yang normatif ketika kita tunduk pada nilai ke-Islaman; “Dan orang-orang yang menyakiti orang mukmin
dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka
telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”(QS. Al-Ahzab: 58).
Apakah melalui spirit NKRI dan UUD 1945 pasal 28
E, ayat 1, yakni; “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya”, ayat 2, yakni; “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”,
kemudian ayat 3, yakni; “Setiap orang berhak atas kebebasannya untuk
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”, dan pasal 4, yakni;
“Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab Negara terutama Pemerintah”, juga berhak untuk Helmi Husni…?
Tergantung kesetiaan dan komitmen Pemerintah bersama pihak Penegak Hukum Kota
Ternate yang wajar membuktikannya. Telah tunduk-kah kita pada Naluri Fitriah
diri?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah Yang Baik dan Berintelektual