SUBA SE SALAM SE JO NGON MOI MOI

Senin, 19 November 2012

SYIAH BUKAN MAZHAB MARIKURUBU

(Telaah Makna, Nilai, dan Pemikiran)
Oleh: M. Rifka Munawar, S.Sos

Di dunia ini semua hal berubah kecuali kecaman terhadap Syiah
Semua permulaan ada ujungnya kecuali fitnah terhadap Syiah
Semua vonis harus berdasarkan bukti kecuali vonis terhadap Syiah.
(Syekh Muhammad Jawad Mughniyah, Ulama Syiah Lebanon)

Mukadimah.
Sekelumit pengantar diatas sekiranya telah mewakili keprihatinan setiap orang yang prihatin atas apa yang telah terjadi dengan segelintir masyarakat Marikurubu yang tidak lebih peka untuk mengenal dan mempelajari dinamika kemazhaban dalam dunia Islam sehingga tindak main hakim sendiri, curiga mencurigai tanpa kejelasan dan tindakan amoral lainnya menjadi lebih biasa saja dan terabaikan dari nilai ke-Islaman dan norma ke-Indonesia-an kita. Telah banyak kewarasan setiap pribadi agar bertindak bijak harus tercerabut dari suatu Bangsa yang besar ini. Lantas ini semua tanggung jawab siapa?  

 Syiah.
Dalam literatur yang sangat lengkap dan mudah di dapati untuk dunia yang begini canggih dengan segala keterbukaannya, kemudian pula pada setiap Perguruan Tinggi Islam, Syiah juga telah begitu dikenal dan dipelajari karena bagian dari teologi Islam, maupun dapat disebut Mazhab (pemikiran) dalam Islam yang secara praktis dan prinsipil Syiah mengambil riwayat agama dari Rasulullah saw dan Ahlul Baitnya (12 Imam as) tentang perkara hukum-hukum Allah SWT atas al-Qur’anul Karim maupun sunnah Rasul saw.

Kemudian makna Syiah dari segi pendekatan bahasa berarti pengikut, kelompok, atau golongan. Seperti telah tersurat dalam al-Qur’an, as-Saffat 37 ayat 83; Wa inna min Syi’atihi la Ibrahim yang berarti “Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya (Nuh)”. Secara etimologi atau dalam istilah bahasa Arab, dalam bentuk tunggalnya adalah Syi’i. Syiah bermakna; Pembela dan pengikut seseorang. Selain itu pula, bermakna setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara.

Teologi Syiah dalam kaidah ke-Mazhaban (Pemikiran) berlandaskan at-Tauhid (Tauhid, adanya Allah yang esa), al-Adl (Keadilan), an-Nubuwwah (wahyu dan Kenabian Muhammad bin Abdillah Saw), al-Imamah (Kepemimpinan 12 Imam Ahlul Bait as), al-Ma’ad (adanya alam akhirat atau tempat kembali setelah meninggal) adalah pokok keimanan, pemikiran dan ajaran (Ushuludin) Syiah dalam ke-Islamannya.

Mazhab dan Marikurubu.
Motivasi berfikir (dorongan ber-Mazhab) walau harus berbeda sekalipun tetap merupakan salah satu keistimewaan manusia di atas mahluk lainnya karena segala hal yang berbeda dari akses berfikir manusia akan sangat dinamis jika  dalam pertentangannya adalah; “Batu” andai saja “Menggerutu” (Marikurubu) ia tetap batu yang habis Peri-nya (masanya) pada batas ukurannya, akan tetapi berbeda dengan manusia karna adanya motivasi fitriah untuk mengenal hakikat dan mengetahui berbagai realitas yang dinamis, karna untuk pemenuhan kebutuhannya itu manusia harus ber-Mazhab.

 Dalam proses yang sistematis serta tumbuh dan berkembang, motivasi berfikir setiap kita mulai tampak sejak masa kanak-kanak sampai akhir usia menutup mata, sehingga dalam masa yang patut berubah pada kewarasan manusia dimana hati dan akalnya sangat berperan, arti realitas ber-Mazhab atau berfikir tadi semata untuk suatu pemenuhan nilai spiritual yang akhirnya harus pasti, walau dalam perbedaannya adalah konsumsi yang dapat mendorong seseorang untuk mencari nilai ajaran yang sesuai dan memikirkan berbagai persoalan yang bersangkutan dengan dirinya dan pembenaran yang sanggup ia yakini untuk akhirnya harus dipertanggung jawabkan kelak.

Makna kedalam Judul.
Problem dan kekhawatiran yang sifatnya religius telah lebih nyata, dimana tindak main hakim sendiri terhadap suatu kelompok dan segala tindakan amoral lainnya tidak pernah mendapat pembenaran al-Qur’an dan Sunnah dari junjungan Rasulullah saw. Dapatkah masing-masing kita dengan sungguh-sungguh menegaskan untuk mengamalkan sebuah ajaran yang mencukupi kita dalam Dinnul Islam ditengah-tengah realitas perbedaan mazhab, pertentangan ego dan lain sebagainya. Pendek kata, lantas benarkah nilai ke-Islaman kita adalah ajaran untuk segala mazhab dalam sepanjang zaman? Jawabnya….. Ya, karna Syiah adalah bagian yang telah ada dalam perkembanggan Islam yang seutuhnya dapat dipahami. Tentunya juga, Syiah yang penulis kenal bukan Mazhab Marikurubu tadi.

Naluri Fitriah Diri.
Apresiasi positif secara khusus untuk Helmi Husni, tokoh Syiah yang dikabarkan Media Malut Post (edisi, Jum’at. 2 November 2012) walau telah merasa di zalimi tetap mau berdamai adalah sebuah reaksi dari motifasi fitriah karena realitas ke-Syiahanya yang hidup, Ia tidak “berfikiran” ala batu yang menggerutu, karna Mari (batu, Pen) adalah sebuah eksistensi yang beku dan mati. Pastinya Adalah Itibar yang normatif ketika kita tunduk pada nilai ke-Islaman; “Dan orang-orang yang menyakiti orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”(QS. Al-Ahzab: 58).
 
        Apakah melalui spirit NKRI dan UUD 1945 pasal 28 E, ayat 1, yakni; “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”, ayat 2, yakni; “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”, kemudian ayat 3, yakni; “Setiap orang berhak atas kebebasannya untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”, dan pasal 4, yakni; “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara terutama Pemerintah”, juga berhak untuk Helmi Husni…? Tergantung kesetiaan dan komitmen Pemerintah bersama pihak Penegak Hukum Kota Ternate yang wajar membuktikannya. Telah tunduk-kah kita pada Naluri Fitriah diri?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah Yang Baik dan Berintelektual