Sejarah Islam selalu diliputi oleh tokoh-tokoh yang menjadi tauladan
dari masa ke masa. Rasulullah Saw adalah figur puncak yang kemudian
dilanjutkan oleh Ahlul Baitnya. Ahlul Bait Rasulullah Saw yang juga
manusia-manusia pilihan di muka bumi ini berfungsi sebagai pelita jalan
bagi pencari kebenaran.
Pada tanggal 7 Dzulhijjah
tahun 114 Hijrah, Imam Muhammad Bagir putra dari cicit Rasulullah saw,
Imam Ali Zainal Abidin gugur syahid. Ketika kabar syahid al-Baqir
menyebar ke sudut-sudut kota Madinah, kalbu para pecinta Ahlul Bait pun
diliputi duka yang mendalam. Mereka tak akan lagi bisa melihat wajah
suci penuh kasih cucu Rasulullah Saw itu. Mereka juga tidak akan bisa
lagi mendengar lantunan indah bacaan al-Quran Imam Baqir as di balik
dinding Masjid Nabawi.
Keadaan ini begitu menyesakkan
hati sahabat dekat dan keluarga Imam as. Namun tak ada yang lebih merasa
duka ketimbang Jabir bin Yazid Ju'fi. Bagi Jabir, sungguh berat
ditinggalkan Imam Baqir as. Jabir selalu mengingat pesan pertama yang
langsung didengar dari Imam as. Sebuah pesan yang membuatnya semakin
teguh untuk mencari ilmu dan makrifah. Imam Baqir berkata, "Carilah
ilmu, karena mencari ilmu adalah perkara yang baik. Ilmu adalah
pemandumu dalam kegelapan, penolongmu dalam kesulitan, dan sahabat yang
tak ternilai bagi manusia."
Imam Baqir as hidup di
masa yang juga dikenal sebagai era penerjemahan pemikiran filsafat
asing. Di masa itu, pelbagai kajian dan perdebatan ilmiah juga
berkembang pesat. Selain itu, beragam aliran pemikiran sesat kian marak
di masa itu. Di tengah suasana seperti itu, Imam Baqir as bersama
putranya Imam Jakfar Shadiq as mengemuka bak penerang yang menyibak
tirai-tirai kebodohan dan kegelapan.
Pada masa itu,
Imam Baqir as menerapkan strategi revolusi kultural melalui penyebaran
dan pengembangan Islam. Dengan seluruh daya upayanya, Imam Baqir
berusaha menyelamatkan umat dari kesesatan dan kegelapan dengan menyusun
dan menghimpun kembali ajaran Islam yang diwariskan Rasulullah Saw.
Imam Baqir membangun pondasi madrasah keilmuan dan budaya. Kelak,
pondasi itu terus dilanjutkan pembangunannya oleh putra beliau, Imam
Jakfar Shadiq as. Perjuangan ilmiah dan reformasi kebudayaan yang
dijalankan Imam Baqir as di masa-masa akhir abad pertama hijriah,
sejatinya merupakan pengantar untuk mengaplikasikan pemikiran dan
nilai-nilai Islam serta meningkatkan kecerdasan umat. Untuk itu, Imam
Muhammad bin Ali Zainal Abidin as dikenal dengan julukan Bagir Al Ulum,
sang penyibak ilmu pengetahuan.
Pada masa dinasti Bani
Umayah dan Bani Abbas, Imam Muhammad Baqir as senantiasa menunjukkan
penentangannya terhadap para penguasa melalui jalur budaya. Imam Bagir
juga mengajarkan masyarakat mengenai kriteria pemimpin saleh menurut
pandangan Islam. Untuk itu, para penguasa dinasti Abbasiah, khususnya
Hisyam bin Abdul Malik, menerapkan kebijakan yang sangat ketat terhadap
Imam Baqir as.
Masa keimamahan Imam Baqir as
berlangsung selama 19 tahun yang dimulai sejak tahun 95 Hq. Pada masa
itu merupakan masa transisi dari Dinasti Umayah ke Dinasti Abbasiah.
Mengomentari peran pemimpin di tengah masyarakat, Imam Baqir as
berkata, "Allah Swt berfirman; Setiap masyarakat yang berada di bawah
kekuasaan Islam dan mempunyai pemimpin yang lalim dan kafir, bakal
mendapat kesengsaraan, walaupun dalam perbuatan individu, mereka
terbilang bertakwa. Sebaliknya, setiap masyarakat yang berada di bawah
kekuasaan Islam dan mempunyai pemimpin yang adil, akan memperoleh
ampunan dosa dan rahmat ilahi, meskipun mereka memiliki kesalahan dalam
tindakan personalnya."
Menurut Imam Baqir as, seorang
pemimpin yang saleh harus memenuhi beberapa kriteria dasar. Beliau
berkata, "Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang layak menjadi pemimpin
umat kecuali ia memiliki tiga karakter. Pertama, pemimpin harus takut
kepada Allah Swt dan taat pada perintah-Nya. Kedua, pemimpin harus
menjadi penyabar yang bisa menahan amarahnya. Dan ketiga, pemimpin harus
bersikap laksana bapak yang mengasihi masyarakat dan berbuat baik
kepada mereka."
Ada baiknya pada acara khusus
kesyahidan Imam Muhammad Baqir as, kami mengutip sejumlah riwayat
penting dari Imam Al-Baqir as. Beliau berkata, "Tidak ada seorang mukmin
kecuali pada hatinya ada titik yang putih bersinar. Setiap kali,
seseorang melakukan noktah hitam atau mengotori jiwanya dan bertaubat,
maka ia akan kembali putih bersinar. Namun, jika ia tetap melakukan dosa
dan bahkan menambah dosa, maka titik hitam itu akan semakin pekat
sampai menutupi semua permukaan hatinya. Ketika seluruh bagian hati
sudah menghitam, maka tak ada lagi kebahagiaan baginya."
Dalam sebuah riwayat disebutkan, Aswad bin Katsir berkata, "Suatu hari,
aku mendatangi Imam Baqir as untuk mengadukan perlakuan
saudara-saudaraku. Beliau berkata; Sungguh saudara yang buruk adalah
mendekatimu saat engkau kaya dan mampu, tapi ketika engkau jatuh miskin,
ia meninggalkanmu. Setelah itu, Imam memberiku 700 dirham untuk
menyelesaikan masalah yang melilitku."
Dalam nasehat
lainnya, Imam Muhammad Bagir kepada anak-anaknya berpesan, "Keridhaan
Allah terletak pada ketaatan kepada-Nya. Untuk itu, janganlah anggap
remeh ketaataan kepada Allah Swt. Keridhaan ilahi bisa jadi terletak
pada perbuatan kecil tersebut. Ketahuilah bahwa Allah Swt menyembunyikan
kekasih-kekasih-Nya di tengah hamba-hamba-Nya. Untuk itu, janganlah
merendahakan hamba-hamba Allah. Salah satu hamba Allah itu bisa jadi
kekasih-Nya.
Sumber: (IRIB Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah Yang Baik dan Berintelektual