(Perspektif Kebudayaan Islam)
Oleh: M. Rifka Munawar.
Trilogi ajaran Islam (akidah, syaraiat, dan akhlak) secara umum dipandang
sebagai pokok ajaran Islam. Akidah mengajarkan keimanan dan keyakinan yang akan
dijadikan sebagai landasan pandangan hidup, syariat (hukum Islam) mengajarkan
pola hidup beraturan dalam suatu tatanan hukum komprehensif, dan akhlak
menyadarkan muslim atas segala tindakan bermoral yang dilakukannya, sehingga
kita dapat memaknai apa yang kita sebut Adat Matoto Agama dalam pengertian yang
semestinya, setidaknya ini menjadi ilustrasi judul diatas sebagai reaksi
keprihatinan penulis dimana negeri yang dapat kita sebut dengan Kie Raha yang besar
dan telah terkenal karna peradaban Islam-nya dalam periode sejarah seharusnya
terus terjaga dari isme-isme yang tertolak dari aqidah islam dan dalam umat
Islam di negeri ini, namun tak dapat dipungkiri bahwasannya sebagian dari
masyarakat kita masih memelihara kebiasaan lama yang tidak diberi petunjuk oleh
Allah SWT.
Kecendrungan pada perdukunan, jin, wonge dan sebagainya malah menjadi
prestasi pada sebagian lapisan masyarakat tradisional dan modern sekaligus. Betapa nampak saat ini orang yang kemasukan saja menjadi tempat
bertanya, betapapun bentuknya, Rasulullah telah memberi kita itibar bahwa
orang yang sering kemasukan itu jiwanya lemah. Dari problema masyarakat
berbudaya inilah seharusnya menjadi perhatian dan renungan kita bersama.
Sebagai seorang masyarakat yang berbudaya dan berkeimanan Islam penulis
mengajak basudara sekalian untuk meregistrasi keaslian budaya dan pemikiran
islam di negeri ini, dimana dalil dan prinsip kebenaran dua kalimat syahadat
atau yang kita fahami “Jou se
ngofangare” tetap menjadi yang lebih utama dan membanggakan dalam khasanah
kebudayaan islam di negeri ini bukan malah harus tertukar dengan "Jin se ngofangare", pen. dalam arti
sempit dan menyesatkan, sebagian kita masih menggantungkan segala persoalan
kepada jasa perdukunan, dimensi jin dan wonge sebagai alternatif daripada
keagungan Allah SWT beserta ayat-ayat-Nya, Bertawasul kepada Rasulullah SAW
beserta ahlul baitnya, maupun wejangan orang-orang alim yang wa’ra dan diberi
petunjuk oleh Allah SWT. jauh lebih berfaedah tentunya.
Sebagaimana hal yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a. berkata; “Ada beberapa
orang bertanya kepada Rasulullah saw, tentang dukun, kemudian beliau menjawab:
“Bukan apa-apa”. Mereka berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya kadang-kadang
mereka menceritakan sesuatu dan sesuatu itu benar-benar terjadi”. Kemudian
Rasulullah saw, bersabda:
“Kalimah itu memang termasuk hak (benar), yang dicuri
oleh mahluk sebangsa jin kemudian dibacakan (disampaikan) pada telingga dukun,
kemudian dukun itu mencampuradukannya dengan seratus kedustaan”. (Riwayat
Bukhari dan Muslim).
Begitu pula dalam riwayat Bukhari dari Aisyah r.a. dikatakan bahwasanya
Aisyah pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“sesungguhnya malaikat itu
turun di ‘anan yaitu awan kemudian menceritakan hal-hal yang telah diputuskan
di langit (oleh Allah), dan syetan sempat mencuri dengar, lantas syetan itu
memberitahu kepada para dukun kemudian mereka membumbuinya dengan seratus
kedustaan dari diri mereka sendiri”.
Kita ketahui bersama bahwa bangsa Jin dan Manusia diciptakan Allah SWT
sebagai mahluk yang berbeda namun sama dalam tugasnya, yaitu menyembah Allah
semata-mata. Kemudian Manusia biasa
tidak dapat melihat jin sebab jin adalah ruh tanpa jasad. Ruh mereka sangat
lembut dan dapat terbakar oleh pandangan mata. Allah SWT, berfirman;
“sesungguhnya jin dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari
suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka” (Al-A’raf:27).
Sebagaimana kita tidak melihat para malaikat yang menyertai kita untuk mencatat
amal kebaikan, Melainkan Rasulullah SAW yang dapat melihat malaikat jibril
ketika turun menyampaikan wahyu sementara orang disekeliling beliau tidak
melihatnya.
Al-Jin seharusnya kita pahami dan imani sebatas pencitraannya adalah
sejenis mahluk hidup yang berakal dan mempunyai keinginan seperti manusia. Jin
berbeda dari manusia karena jin tidak memiliki tubuh. Oleh karena itu, jin
tidak dapat dilihat dalam bentuk aslinya, kecuali ia mengubah diri dalam bentuk
yang dikehendakinya, sehingga umum dapat dijadikan untuk media perdukunan,
wonge, dan praktek kemasukan untuk mendapat petunjuk tertentu oleh mereka, sesungguhnya
ini bukanlah ilmu tauhid yang nyata melainkan Dajjal. Adapun jin yang pertama
kali diciptakan Allah SWT adalah al-jan, bapak jin. Ia kemudian berkembang
biak, sebagaimana nabi Adam as yang merupakan manusia pertama yang diciptakan
dari tanah kemudian berkembang biak.
Oleh karena diciptakan dari api, jin mempunyai tubuh yang lebih ringan
dari udara dan dapat memenuhi jagat raya tanpa ada yang menghalanginya. Manusia
dan Jin sama-sama dibebani dengan hukum taklifi (pembebanan kewajiban dan
larangan), namun tak ada rasul dari kalangan jin, Rasul mereka adalah Rasul
yang diutus dari kalangan manusia. Dalam al-Qur’an, kitab (seruan) sama-sama
ditujukan kepada jin dan manusia. Ini menunjukan bahwa jin dan manusia
sama-sama dibebankan hukum.
Dalam surah ar-Rahman kita mendapati pernyataan Allah SWT yang
berulang-ulang tentang “kamu berdua
mendustakan” (tukazziban). Yang dimaksudkan disini adalah jin dan manusia.
Banyak sekali Rasul diutus untuk menyeru jin dan manusia agar tunduk dan taat
kepada Allah SWT dan mengakui keesaannya.
Kriteria ini ditujukan kepada mahluk yang berakal, dan kriteria ini
dimiliki jin dan manusia.
Masyarakat Kie Raha atau Maluku Utara kini, tanpa bisa di ingkari pernah
hidup dalam peradaban Animisme dan Islam setelahnya, sehingga dari peradaban
Islam itu sendiri lahirlah gagasan-gagasan pemikiran Islam yang luar biasa dan
senantiasa menjadi kajian-kajian yang menarik pada masyarakat rasional bahkan
dalam lingkup Akademisi saat ini, salah satu contoh berupa tamsil-tamsil ketuhanan
yang kita sebut “Doro bololo”, akan telalu penuh jika harus disebutkan dalam
tulisan ini, namun semoga tetap lestari disetiap benak generasi karna telah
lahir dari kualitas dan totalitas pemikiran para ulama negeri ini tentang
ke-esaan Allah SWT beserta al-Qur,an sebagai kalam-Nya dan sunah Rasul SAW,
sehingga dapat dibuktikan betapapun nilai yang dianggap baik dari peradaban
animisme (proses pemikiran materialis gambar dan patung, wonge, jin,
perdukunan, dsb) akan tidak permanen dalam tinjauaan pandangan
Islam. Namun mempertahankan keorsinilan segala bentuk peradaban islam itu
sendirilah yang sangat dilematis, karena kebudayaan sebagai suatu nilai yang
tumbuh dan berkembang pada masyarakat tidak bisa dirobah secara drastis, karna
yang merasa diuntungkan akan senantiasa mempertahankan dan yang merasa
dirugikan pasti meninggalkannya, dengan demikian kecendrungan generasi kini pun
atau yang kita anggap modern malah memelihara praktek syirik yang nyata dan
samar-samar sekaligus, sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW;
“sesungguhnya Aku khawatir
pada umat-Ku dibelakang hari yang mereka terperangkap pada syirik yang samar-samar”.
Saat ini dapat kita buktikan bahwa
hal yang disinggung Rasululllah SAW, telah banyak terjadi disekeliling kita.
Kendatipun dilematis,
“Sesungguhnya Allah memberikan dunia
kepada siapa yang dicintai dan siapa yang tidak dicintai-Nya, tetapi Allah
tidak memberikan iman kecuali kepada siapa yang dicintai-Nya”. (sabda Rasulullah saw).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah Yang Baik dan Berintelektual